Tuesday 23 January 2018

PUSAKA IBLIS (PART 2) - Kukil Kufiq


TAJUK : PUSAKA IBLIS (PART 2)

================

Baru beberapa langkah Afiq menapak ke ruang tamu.
Kakinya kaku apabila bebola matanya terlihat sesuatu di sebalik pintu.
"Selamat pulang wahai cucuku..."

*************************

"Tak mungkin! Itu semua hanya mimpi, kau tak wujud..!" kata Afiq seakan berbisik.
Lalu wanita itu keluar dari balik pintu.
"Tidakkah kehadiran aku disini bukti kewujudanku...?" soal wanita itu, tersenyum sinis.
"TIDAK ...PERGI...!!!!!" tempik Afiq.

"Hehhhh...Hehhhh....Hehhhhh....." Wanita itu ketawa mengilai. Lehernya berpusing, memanjang aneh, dan seluruh badannya berpintal-pintal dan bergulung selayaknya seperti seekor ular, wajahnya berubah menjadi bersisik dan dua siung tajam terkeluar di celah-celah bibirnya. Afiq dapat melihat dengan jelas gigi wanita itu berubah menjadi tajam seperti bilah-bilah mata di gergaji, disertai rembesan air liur yang busuk dari bangkai.

Afiq terus jatuh terduduk. Tanpa dia sedari, cairan panas air kencingnya mengalir membasahi seluarnya, bukan mimpi, bukan mimpi, ini nyata , ternyata bukan mimpi.

Lantas, dia memejamkan matanya, cuba berharap wanita jadi-jadian itu pergi darinya saat matanya terbuka. Seluarnya lencun dibasahi air kencing sendiri, peluhnya menitik-nitik membasahi dahi.

Tiba-tiba, Afiq merasakan dagunya dipegang dan didongakkan kasar. Bauan busuk seperti bangkai menujah kuat dihidungnya. "Aku datang untukmu cucuku. Untukmu, wahai cucuku, kemarilah wahai cucuku,dipejam atau dibuka matamu, aku tetap datang jua kepadamu, HANYA AKU SAJA WARISMU, KELUARGAMU YANG TINGGAL...!" Suara wanita itu berkata garang.

Afiq membuka mata perlahan, takut-takut. Di saat ini hati Afiq hanya mengharapkan dia segera pengsan, namun itu takkan berlaku. Hendak dibaca seluruh ayat-ayat suci yang pernah dihafal tetapi lidahnya menjadi kelu, Ayat Qursi yang dihafalnya seperti lupa begitu sahaja, itulah yang berlaku jika kurangnya iman di hati. Sekadar mengetahui namun tidak mengamal.

Dengan matanya yang kini terbuntang luas - di matanya wanita hodoh wajah bersisik seperti ular menyeringai dengan giginya yang mengerikan. Afiq pasti dengan ketajaman gigi dan siung yang dimiliki wanita itu cukup untuk menghancurkan kepalanya dengan sekali kunyahan.

"AFIQQQQQQ.....!!!!"

Jeritan wanita itu bergema di seluruh rumah. Seandainya hijab orang lain terbuka, pasti jeritan itu didengari hampir seluruh kampung.

***********************************

SHAIFUDIN POV
1976
Al-A'raf Ayat 27: 
"Sesungguhnya ia dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka."


Udin duduk tersandar di perdu pokok Jejawi di dalam rimbunan tebal rimba Kalong, tekaknya berasa dahaga. Lantas, air yang tersisa di dalam bekas yang dibawa cuba diteguknya.

Hampa. Yang tinggal hanya titisan-titisan air sahaja, langsung tidak mampu menghilangkan dahaganya.

Sudah hampir dua minggu dia tersesat di dalam rimba ini. Bukannya dia tidak mahir selok-belok rimba ini. Dia tahu di mana lokasi sungai, di mana pohon berbuah untuk dia memetik buah menghilangkan lapar, jenis pokok apa yang boleh dimakan atau tidak, itu semua dia mahir. Namun situasinya kali ini sangat aneh.

Telah lebih dari berpuluh kali dia berpusing-pusing di tempat yang sama , dia tahu kerana ini bukan kali pertama dia melalui pohon Jejawi yang dijadikan tempatnya melepaskan lelah ini. Perutnya terlalu lapar, dan kini dahaga sedang menghimpitnya. Dia terlalu lelah untuk berjalan, dua minggu tersesat atau mungkin disesatkan menyebabkan badannya jatuh susut.

Di ingatannya kini teringat tentang sang ayam hutan yang menjadi punca segala apa yang terjadi sekarang. Entah apa sial, entah apa pantang-larang yang dilanggar olehnya hingga diperlakukan begini. Ingatannya kini menerawang jauh mengingatkan Khadijah isterinya yang sedang sarat mengandungkan anak ketiga mereka. Hampir sahaja dia menangis mengenangkan apa bakal berlaku kepada isterinya melahirkan zuriat mereka tanpa dia disisi, pasti kempunan si anak tidak dapat menyantap daging ayam hutan.

Hampir saja dia pasrah dan memejamkan matanya, biarlah dia mati. Tiada daya lagi dia untuk bertahan. Wajah anak lelaki sulungnya dan anak keduanya bermain di wajahnya, juga isterinya ,sesungguhnya dia rindukan mereka.

"Udiiiiiiinnnnnnnnnnn..............."
"Udiiiiiiinnnnnnnnnnn..............."

Sayup-sayup kedengaran di celah pekatnya malam suaranya dipanggil, bulat bola matanya terpanggil dengan suara itu.

"Manusiakah? atau hantu syaitan?" Ada keraguan bermain di hatinya, untuk menyahut panggilan misteri itu atau tidak.

"Udiiiiiiinnnnnnnnnnn..............."

Sekali lagi namanya dipanggil, dia tahu ini saja peluangnya yang tinggal, sama ada dia membalas sahutan misteri ini - atau mati beragan di perdu pokok jejawi. Dengan sisa-sisa tenaganya yang terakhir Udin mengagahkan diri untuk bangun dan anehnya suara itu seperti menyerunya untuk terus mengikutinya.

"Udiiiiiiinnnnnnnnnnn..............di sini .........Udiiinnnnnnn......"

Dia melangkah. Menurut mengikut suara tidak bertubuh tersebut.

Sekian jauh perjalanannya, kini di hadapannya terbentang luas anak sungai yang bersih airnya. Dia kehairanan. Sudah berkali-kali dia melalui kawasan ini, jangankan kata anak sungai, lopak air bekas tapak kaki binatang pun tak dijumpainya. Namun inilah keajaiban yang harus diterimanya, inilah rezeki untuknya. Berkali-kali dipanjatkan syukur kepada Allah atas kurniaan ini.

Namun...

Saat dia menunduk mahu mencapai air jernih, dingin tersebut - tiba-tiba keluar Sang Sawa sebesar batang pokok Damar Hitam, berlingkar garang di hadapannya. Sudah pastilah dengan keadaannnya sekarang dia bukan lawan Sang Sawa, dengan mudah bakal dibaham reptilia itu.

"Aku merayu padamu, wahai Sang Sawa, izinkan aku menitip sedikit air di sungaimu itu." rayu Udin pada Ular itu.

Sang Sawa berkedip. Lidah hitam bercabangnya terjelir-jelir. Anak mata hitam runcingnya merenung Udin garang. Seolah mencabarnya agar merapati. Makhluk itu mendesis, seolah-olah siap sedia menjaga kawasan jajah takluknya.


Udin menelan air liur. Air sungai beralun perlahan, dingin, berkilau. Rasa kesat di tekaknya makin menyeksa. Nekad, dia cuba mara juga ke arah anak sungai berjeram itu, hinggalah terdengar suara halus bergema.

“Aku Bunuh Tiada Bertanya ,
Aku Panchong Tiada Pereksa,
Aku-lah Hulubalang Dalam Dunia,
Sakalian Yang Menjadi Saksi Aku Dapat Binasakan,
Mu Asal Mani, Aku Asal Manikam,
Ah..Patah..!
Ah..Bilah..!
Aku Chakap Binasa Samalah Sakalian..
Hai Si Japang Japai, Hai Si Dada Bidang,
Si Renek Gigi , Si Changgal Panjang,
Si Gerebang Rambut , Si Liok Limbai,
Jika Engkau Duduk Di Jeram,
SANG RANGGA Namaku,
Jangan Engkau Mendengki Khianat Kepada Anak Adam,Manusia,
KU-SUMPAH, DURHAKALAH KAU KEPADA ALLAH...!!!”

Suara itu bergurindam merdu. Udin terpinga-pinga, dan dari celahan pokok Ketapang di hadapannya, muncul seorang wanita cantik berbaju kebaya merah melangkah perlahan penuh lemah gemalai, tersenyum manja. Senyuman yang mampu melenturkan iman siapa sahaja bergelar lelaki.

"Kau tersesat...?" Soal wanita itu.

Udin mengangguk lemah.

Wanita itu tersenyum sambil memalingkan wajahnya memandang ke arah sungai. Kemudian matanya kembali memandang Udin, mengerlingnya tajam sambil tersenyum penuh makna.

"Aku rasa kau perlukan air , atau kau akan mati bila-bila masa saja." kata wanita itu.

Kali ini tiada tindak balas dari Udin melainkan dia terjelepuk jatuh , dia betul-betul tidak berdaya lagi, nafasnya mula turun naik.

"Tolonngggg..." perlahan sekali suara Udin memohon pertolongan dari wanita itu.

"Kau ingin hidup?" soal wanita itu.

Udin memandang wanita itu, untuk mengangguk pun dia tak mampu lagi.

"Isterimu telah selamat melahirkan anak lelaki, anak bongsumu." tambah wanita itu lagi.

Terbuntang mata Udin mendengarkan penjelasan wanita itu.

"Kau pasti ingin pulang, bukan?" soal wanita itu sambil memberikan senyuman penuh mengerikan namun langsung tak mampu menakutkan Udin yang hampir mati.

"Kau ingin berjumpa dengan anakmu, bukan..?" soal wanita itu dibalas dengan pandangan memohon belas kasihan dari Udin.

"Kahwini aku, dan aku akan bantumu untuk hidup. Kelipkan matamu dan termeterainya janji antara kita." kata wanita itu.

Untuk terus hidup, Udin tanpa berfikir panjang - terus mengelipkan matanya.

Surah Al-'Araf ayat 12:
"Engkau ciptakan aku (kata Iblis) dari api sedangkan ciptakan dia (Adam) dari tanah."



***********************************

Udin membuka matanya. Pandangannya disapa oleh wajah gembira Khadijah dan anak-anaknya.


Dari cerita orang-orang kampung, mereka menjumpainya terdampar di pinggir hutan dalam keadaan lesu dan tidak bermaya.

Dua minggu untuk tempoh dia sembuh sepenuhnya.

Hari ini dia sihat untuk pergi melakukan kerja-kerja kampung semula.

Dari pagi hingga ke petang dia mengerjakan kebunnya , membakar pelepah pisang yang sudah rosak dan membersihkan daun-daun kering juga menebas lalang yang merimbun di perkebunannya, hingga akhirnya hari merangkak senja.

Dan ketika itulah kakinya tersepak sesuatu.

Ternyata ia adalah sebuah pisau belati yang cantik buatannya, diukir ukiran ular di pemegangnya malah dihiasi juga dengan manik-manik batu kecubung. Hati Udin bagai ditarik-tarik untuk mengambil pisau itu.

Dibelek dan diteliti semula pisau itu , cantik dan kemas ukirannya, Udin mula mencabut pisau dari sarungnya , kali ini dia lebih takjub lagi , terukir ukiran kerawang yang cukup berseni disertai tulisan jawi bertulis " Sang Rangga " di mata pisau itu.

Tika itulah...

"Aku kembali kepadamu suamiku."

Hadirnya bisikan halus di telinganya.


Udin tersentak, dantanpa sengaja - tangannya terhiris pada mata pisau itu.

"JANJI....!!!" dengan secara tiba-tiba bisikan halus menjadi tempikan gegak gempita di sekeliling perkebunan Udin.

Dan ketika itulah , berulang tayang semula ingatan Udin tentang janji-janjinya pada ‘Sang Rangga’, penghuni rimba yang entah dari mana datang, yang kini adalah isteri mudanya.

Matahari kian turun ke barat, tanda malam makin berlabuh, dan kini peralihan waktu bermula. Cahaya mega merah menerangi pelusuk bumi, di hadapan Udin ‘Sang Rangga’ tegak berdiri. Rambutnya beralun perlahan, disapa angin.

"Aku datang menuntut janjimu, sayang."

"Ya, aku tahu. Aku masih ingat lagi. Aku akan menunaikan nafkahku sebagai suami." jawab Udin.
Sang Rangga tersenyum manja.

"Kau akan biarkan aku menghuni badanmu sayang, dan akan membenarkan aku membesarkan zuriat kita di dalamnya?" Soal Rangga.

"Ya! Asalkan kau tidak mengganggu kerabatku yang lain. Isteri dan anak-anakku."

"Baiklah aku berjanji , suamiku..!" jawab Rangga.

Dengan itu terhasilah persetubuhan manusia dan jin , terjadilah keturunannya, hingga akhirnya bercambah keturunannya hingga menjadi 99 ekor.

Dan Udin adalah perumah kepada 100 ekor Jin.

Memberikannya kekayaan.
Tanahnya berbidang , berekar, malah lebih dari itu, duit bukan masalah baginya.
Semuanya kerana Sang Rangga.
Udin Beristerikan Langsuir Berjelmaan Ular.
Dan Belati Pusaka adalah Akadnya.

*************

1997

Seluruh pelusuk kampung dikerah mencari Rusdi yang hilang sejak seminggu yang lalu.
Kata ibu dan ayahnya, semalam dia ada telefon untuk datang. Namun hingga hari ini, dia hilang tanpa berita. Seluruh pelusuk hutan diredah oleh pasukan penyelamat, polis, bomba dan penduduk kampung.

Namun tidak bagi Udin, bapa kepada Rusdi... dia tidak mencari Rusdi, disisipkan belati pusaka di pinggangnya dan terus meredah hutan,mencari Sang Rangga isterinya.

Langkahnya tiba di anak sungai tempatnya Rangga tinggal dan ternyata Rangga ada di situ,duduk bersimpuh di atas dahan tumbang menunggu kehadirannya. Puaka itu masih awet muda. Masih cantik. Rambutnya yang hitam pekat dihamparkan ke sekelilingnya, sesekali terbuai ditiup angin.

Puaka itu menyeringai, sinis. Api kemarahan Udin membuak.

"RANGGAAAA! PULANGKAN ANAKKUUU....!!!" tempik Udin.

"Abang mungkir janji!” tempik Rangga. Matanya berubah, bertukar menjadi mata ular dengan anak mata hitamnya - tajam meruncing.

"TERGAMAK ABANG MEMUTUSKAN PERTALIAN KITA...!!!" Tempik Rangga.

"Kau dan aku tidak boleh bersatu, asal kejadian kita tidak sama, kau hanya puaka yang mempermainkan aku. Kau keturunan IBLIS yang dilaknat...!" Tempik Udin.

"Mungkin kau sudah lupa, yang aku ini isterimu… Aku lah yang memberi kesenangan padamu, asalkan kau taat padaku...!" Balas Rangga.

"Dan memberikan keturunanku padamu untuk santapan kau dan anak-anakmu…? TIDAK SAMA SEKALI RANGGA...!!!" Tegas Udin.

"ANAK KITA....BUKAN ANAKKU..!" balas Rangga.

"DAN KAU SUDAH BERJANJI!"

"SYAITAN-SYAITAN ITU BUKAN ANAKKU...!...AKAN KUTENTANG MU HABIS-HABISAN RANGGA...!!"

"Arghhhhhh.....Aku sudah memberimu pilihan ,dan kau pilih mereka, kini KAU DAN MEREKA AKAN KUBINASAKAN...!!!"

Lalu Rangga berubah menjadi asal wujudnya, bergulung badannya, berwajah mempunyai sisik, kedua siungnya tersembul keluar, dan mulutnya dipenuhi taring seakan gergaji. Matanya yang cantik kini cukup mengerikan, merah membara, tersembul memandangnya marah. Sewaktu badannya bergulung berubah menjadi puaka, ia berbunyi aneh, seakan tulang temulangnya sudah lama dibengkokkan, baru dilentur lega.

"Ketaaakkkkkk...."

"Kraaakkkkkk...."

Bunyi tulang temulangnya yang patah cukup menggerunkan Udin. Udin yang bernikah dengan puaka selama 21 tahun sendiri pun tak pernah melihat wajah asal Si Rangga.

Hari ini dipertontonkan kepadanya...

Serta merta Udin rasa ingin muntah berpinar-pinar seluruh badan dan matanya, Udin terduduk memegang dadanya yang amat sakit. Dia muntah, terjeluak bising. Dalam keadaan lesu dan longlai, dia dapat melihat kini dia dikelilingi oleh bermacam-macam makhluk yang mengerikan, ada yang separuh badannya tenggelam ke dalam tanah, yang bersayap, yang bermata satu, bertanduk dan yang pastinya semuanya adalah keturunannya.

Sang ‘Rangga’ mendekatkan wajahnya.
"Aku akan ambil Rusdi......Hehhhh....Hehhhhhh"

***********

2002

Tidak cukup dengan penemuan mayat arwah Rusdi yang hilang separuh wajahnya dua tahun lepas, kini Udin meratap kematian anak sulungnya Lokman, menantunya Anisa, dua orang cucunya, dan isteri kesayangannya dalam satu kemalangan. Sewaktu semua orang membaca Yasin , Udin hanya mampu meratap.

Di tanah perkuburan, sekali lagi setelah lima tahun berlalu, Udin bertentang mata dengan Sang Rangga. Mempamirkan senyuman mengejeknya yang mengerikan. Ketika semua orang yang hadir baru hendak membacatahlil, kilat sabung menyabung dan hujan turun dengan lebatnya, disertai ribut yang sangat luar biasa. Sayup-sayup kedengaran hilaian tawa Sang Rangga serta anak-anaknya. Penduduk kampung bertempiaran melarikan diri ketakutan. Yang tinggal hanyalah Imam dan beberapa penduduk lain yang mencekalkan diri.

"Hii.....hii.....hii"
"Haaa....haaa....haaaa..."
"Hehhh....hehhh..."

Bergema di seluruh kuburan.

Dan kerana inilah Udin si hartawan menjadi miskin, dipulaukan penduduk kampung kerana dituduh membela puaka.Udin datukku.

Aku dijaga olehnya, dan harinya Sang Rangga menuntut aku, aku dibawa lari oleh Ngah Dollah ke Kuala Lumpur, meninggalkan datukku keseorangan, menghabiskan sisa-sisa nafasnya di sini.

Dan ingatan itu menjelma semula kepadaku, namun semuanya telah terlambat. Kini sang puaka sedang membelitku utuh.


****************


FAIZAL POV

Entah kenapa payah sangat untuk Faizal melelapkan matanya, masih terbayang di matanya helaian kain buruk yang melayang di sebalik rimbunan lalang di tempat kereta buruk milik arwah paksu Afiq.

"Bukan kain buruk, lebih kepada macam sesuatu yang berbeza," fikirnya.

“Ahhh... baik diabaikan, untuk apa diingat benda-benda yang tak pasti. Si Afiq rasanya dah lama keluar tadi, kenapa tak masuk lagi?” getus hatinya.

Faizal segera bangun, niatnya hanya ingin meneguk segelas air sambil lalu boleh pergi menjenguk Afiq, lagipun suasana di bilik ini luar biasa bahangnya.

Tombol pintu dipulas dan dengan langkah malas pintu ditolak oleh Faizal.

Langkahnya kaku. Dia tergamam. Di hadapannya kini terhidang pemandangan yang tak pernah terfikir oleh akalnya.

Sahabatnya Afiq terlentang di atas lantai ruang tamu rumah ,dan melalui mulutnya yang ternganga, kelihatannya sesuatu seperti ular sedang bergeliang-geliut berusaha memasuki mulutnya. Terbuntang mata Afiq berhempas pulas menahan seksa ketika makhluk itu memaksa masuk ke dalam tubuhnya.

Dan bukan itu saja...

Di atas sofa, di atas para, alang rumah dan setiap penjuru di dalam rumah dipenuhi dengan puluhan makhluk-makhluk maha mengerikan.

Kesemua mata makhluk itu kini mengarahkan kepada Faizal.

Sengihan makhluk-makhluk yang kelaparan itu menggerunkan Faizal, namun Faizal masih cuba bertenang, mulutnya masih terkumat kamit membaca ayatul Qursi.

"
" dalam ketakutannya masih jelas bacaan Faizal.


"Ya'lamu Maa Baina Aidiihim Wa Maa Khalfahum." kedengarannya sesuatu sedang mengikut bacaan ayat Qursi dari Faizal.

Faizal segera menoleh ke arah belah kirinya, hampir gugur jantungnya bila melihat seekor mahkluk bertanduk seperti kambing, bermata satu dengan siungnya panjang ke perut sedang tersengih sambil wajahnya disuakan ke wajah Faizal.

"WA LAA YUHITHUUNA BI SYAI-IN MIN 'ILMIHII ILLAA BI MAASYAA-A."Faizal masih meneruskan bacaannya.

"WA LAA YUHITHUUNA BI SYAI-IN MIN 'ILMIHII ILLAA BI MAASYAA-A." Dengan penuh sengihan mengejek, mahkluk itu masih mengikut bacaan Faizal dan habis saja bacaannya, dia terus mencapai bahu Faizal lalu terus mencengkamnya.

Kali ini Faizal tak mampu bertahan lagi, tak tahu dari mana keberaniannya datang dia terus bertakbir.

“Allahhuakbar....!”

Membuatkan makhluk itu serta merta melepaskan cengkaman di bahunya.

Faizal terus berlari dan merempuh pintu utama, mujurlah pintu itu tidak berapa kukuh , rempuhan Faizal berjaya membuatkan kunci pintu itu terkopak dari engselnya.Namun bukan semuanya bernasib baik bagi Faizal kerana rempuhan itu mengakibatkan dia hilang keseimbangan hingga mengakibatkan dia terlajak ke tangga, lalu jatuh tergolek hingga ke kaki tangga.

Belum sempat dia meredakan kesakitannya dan menarik nafas lega, Faizal bangkit dari tempatnya jatuh. Dicapainya anak kaki tangga dari kayu itu. Namun apabila dia mengangkat mukanya, kali ini dia bertentang mata dengan wanita yang buruk seluruh mukanya , sebelah matanya lohong, dan kelihatan ulat-ulat berengga merayap di wajah wanita itu.

Wanita itu tersengih mempamirkan taringnya.

Faizal tanpa berfikir dua kali terus bangun dan berlari menuju ke arah jalan besar, dia perlu meminta bantuan.

Sempat juga dia menoleh ke arah rumah pusaka Afiq, dapat dilihatnya di muka pintu berdiri makhluk sebesar mawas badannya dipenuhi bulu menjaga pintu utama yang dirempuhnya sebentar tadi.

Faizal terus berlari. Kakinya yang berkaki ayam luka-luka meredah denai dan jalan, hingga dia melihat cahaya motosikal berbalam-balam cahayanya dari jauh. Segera, dia meluru ke arah cahaya itu. Tangannya dilambai-lambaikan. Malang sekali lagi bagi Faizal, pemandu motosikal itu tidak sedar kehadirannya, Faizal dirempuh oleh pemandu motosikal itu. Si penunggang jatuh terguling, manakala Faizal tergolek-golek menahan kesakitannya dirempuh.

Si pemandu yang sedang bengang dan kesakitan segera bangun dan meluru ke arah Faizal, dicekak baju Faizal dan hampir saja penumbuknya sampai ke wajah Faizal.

"Tolong bang, saya kena kejar puaka bang, kawan saya dalam masalah bang, bantu saya bang!" rayu Faizal.

"Puaka.....!!?" Tersentak lelaki itu dengan kata-kata Faizal. Setahunya sudah lebih sepuluh tahun tiada kes gangguan puaka di Kampung Berembang ini, kali terakhir berlaku pun selepas kematian Tuk Udin.

"KAU DARI MANA NI...!!!??" tengking lelaki itu.
"Saya dari KL bang." jawab Faizal.
"Aku bukan tanya asal usul kau! DARI MANA KAU DIKEJAR HANTU NI...!!" soal lelaki itu.
"D… dari rumah buruk, bercat biru cair kat pinggir kampung!" jawab Faizal tergagap.
"Rumah Tuk Udin ke?macam mana kau boleh masuk rumah tu?"soal lelaki itu.
"Saya dibawa masuk oleh sahabat saya buat menjenguk rumah pusaka tinggalan arwah atuknya.”
"Siapa atuknya?nama sahabat kau siapa?!” soal lelaki itu bertalu-talu.
"Af...Afiq bang...!" jawab Faizal.
"Ya Allah, Afiq..! bapak dia nama Lokman kan?" Soal lelaki itu.
Faizal hanya mengangguk.
Lelaki itu terus mengambil motornya yang terjatuh dan menghidupkan motornya.
"Dah...! kau naik ke atas motor aku sekarang!" arah lelaki itu.
"Tapi bang, kawan saya..." balas Faizal.
"Nanti kita pergi tolong kawan kau, sekarang ni yang kita kena cari bantuan dulu!" kata lelaki itu.

********************

"Macam mana budak tu boleh balik ke sini Ngah Dollah? Allahuakbar, Allahuakbar..." soal Imam Omar padanya. Termengah-mengah imam tua itu mengikut langkah Ngah Dollah yang pantas.

"Entahlah Imam, sedar-sedar je budak ni dah rempuh aku waktu balik dari ngeteh tadi." kata Ngah Dollah sambil mulutnya dijuihkan kearah Faizal.

"15 tahun lepas, aku yang hantar si Fiq tu pergi ke Kuala Lumpur, entah macam manalah dia boleh balik ke sini, susah payah aku dengan arwah Tuk Udin nak hantar dia ke sana dulu." kata Ngah Dollah sedikit kesal.

"Sudahlah Ngah, kita pun dah sampai." kata Imam Omar.

"Yang lain tunggu di luar. Biar saya dan Ngah Dollah yang masuk." arah Imam Omar pada penduduk kampung yang mengikuti mereka.

"Awak ikut kami sekali." arah Imam Omar pada Faizal.

"Saya takut tok." kata Faizal.

"Yakinlah pada Allah!" Tegas Imam Omar, Ngah Dollah hanya mengangguk tanda mengiakan kata-kata Imam Omar.

"Mari...!" Imam Omar memujuk Faizal. Dengan langkah longlai Faizal mengikut Imam Omar. Langkah demi langkah akhirnya mereka sampai di pintu utama.

"Aneh...?" Bisik hati Faizal. Berkerut dahinya memikirkan keajaiban yang berlaku di hadapan matanya.

"Kau berasa pelik kerana seharusnya daun pintu ini telah dirempuh oleh kau, dan seharusnya terkopak, namun kini ia utuh tertutup dan terkunci, bukan begitu Faizal..?" Soal Imam Omar, sambil memandang wajah Faizal.

Faizal terus memandang Imam Omar, terkebil-kebil matanya mengiyakan kata-kata Imam Omar. Imam Omar hanya tersenyum melihat Faizal.

Ngah Dollah pula hanya ketawa kecil.

Imam Omar memalingkan mukanya menghadap ke arah pintu, segera disentuh pintu.

PRANGGGG!

Hempasan kuat pintu dari dalam seolah-olah tidak membenarkan mereka masuk.

Imam Omar menyentuh daun pintu sekali lagi,dibacanya Al-Fatihah dan 3 Qul .

"Kullul Nafsin Zaa’ikatul Maut!"

Dengan mudah Imam Omar menolak pintu .
Di hadapan Ngah Dollah, Imam Omar dan Faiza,l kini Afiq sedang duduk bersila panggung, layaknya seorang pendekar. Pisau belati berhulukan ular di genggam kemas dan dirapatkan di dadanya.

Manakala kepalanya tertunduk memandang lantai sambil mulutnya meratib tak tentu hala.

Faizal cuba meluru ke arahnya namun dihalang Imam Omar.

"Jasadnya manusia, namun hati nuraninya dikuasai oleh makhluk terlaknat,dia bukan sahabatmu sekarang, jadi berganjaklah ke belakangku" tegur Imam Omar.

"MAKHLUK YANG TERLAKNAT...!!!" Tengking Afiq.
"KAMI DICIPTAKAN LEBIH AWAL DARIMU HAI ANAK ADAM..!!!"
"YANG TERLAKNAT ITU KAMU...!"
"KAU BUKAN LAWANKU....!!" Tengking Afiq dan lantas dia mengangkat wajahnya.

"Astaghfirullahallazim..!" Mengucap panjang Imam Omar dan Ngah Dollah segera menggengam kemas parang yang disisip di pinggangnya.

Manakan tidak, Afiq di hadapan mata mereka bukan lagi seperti manusia, separuh wajahnya bersisik seperti ular,mata di bahagian yang seperti ular pula berwarna kuning dan bola matanya menjadi runcing seperti ular, manakala di sebelah lain wajahya kelihatan biasa tetapi keseluruhan matanya hitam pekat. Sesekali lidahnya yang seperti ular menjilat-jilat wajahnya yang kelihatan biasa.

"SIAPA KAMU....!!!!" tengking Imam Omar.

"Jika kau Tinggal Di Jeram,
Sang Rangga namamu.
Sang Rangga. RANGGA.....!!!!" Tempik Afiq dan terus jatuh meniarap, badannya terus bergerak mengengsot, menyusur dengan laju seperti ular menuju ke arah Imam Omar, Ngah Dollah dan Faizal.


"AKU LAPPAARRRR....!!" Jeritnya. Ngah Dollah segera menarik parangnya manakala Faizal pula jatuh terduduk habis lemah semua sendinya.

"ALLAHHUAKBAR...!!!" takbir dari Imam Omar.

"Wa ja 'alna mim baini aidihim saddaw wa min kholfihim saddan fa agsyaina hum fa hum laa yubsiruun!"
(Dan kami telah jadikan penghalang dihadapan mereka, juga kami tutup pemandangan mereka,sehingga tiada melihat suatu apapun - Surah Yasin :9)



Sepotong ayat dibaca oleh Imam Omar sehingga tercampak dan terlentang menggeletar Afiq ke lantai.

Sambil itu Imam Omar terkumat Kamit membaca ayat dari surah Al-fatihah dan Ayatul Qursi.dan diikut oleh Ngah Dollah dan Faizal.

"KELUAR KAU DAN ANAK-ANAKMU DARI BADANNYA...!!!" Arah Imam Omar.

"Leluhurnya mungkir janji padaku..!" DAN IA HARUS MEMBAYAR DENGAN NYAWANYA....!!!..." tempik Afiq.

"YANG MUNGKIR JANJI ITU ENGKAU, ENGKAU BERJANJI TIDAK AKAN MENGGANGGU KETURUNANNYA, MALAHAN KAU BINASAKAN SELURUH KETURUNANNYA, KINI SATU-SATUNYA WARISNYA YANG TERTINGGAL TETAP JUGA INGIN KAU JAHANAMKAN...!!!" Tempik Imam Omar.

"DIA MILIKKUUU.....!" Jerit Afiq dan terus meluru ke arah Imam Omar.

"MAA YANZURUUNA ILLAA SAYHATAW WAAHIDATAN TA'KHUDHUHUM WA HUM YAKHISSIMUUN!"

(Tiada yang mereka nanti melainkan satu suara yang amat dasyat yang akan memusnahkan mereka semua,sedangkan mereka masih dalam berbantah bantahan" Surah Yasin :49)


"Allahhuakbar!" laung Imam Omar. Bacaan surahnya kali ini membuatkan Afiq yang cuba menyerangnya terjelepuk jatuh dan Sang Rangga dan 99 anak-anaknya tercampak keluar dari badannya.

Kini di hadapan mata mereka, seluruh jin keturunan Udin dan Sang Rangga sedang berkumpul.

"MEREKA MUNGKIR JANJIIIIIII....!!" jerit Rangga.

Ketika semua makhluk itu meluru ke arah mereka, Imam Omar sudah siap dengan langkah seterusnya.

"INNAA JA'ALNAA FIIIY A'Ã…NAAQIHIM AGLAALAN FAHIYA ILAL ADHQAANI FAHUM MUQMAHUUN!"
(Sesungguhnya kami pasangkan belenggu dikuduk mereka dan tangannya terbelenggu hingga ke dagu, seraya kepalanya terngadah" Surah Yasin : 8)



"Arghhhhhhh..." 

Serentak jeritan Ibu mereka, semua mahkluk itu berdiri tegak di tempatnya.mereka telah dikunci pergerakannya.


"FAIZAL! NGAH! AMBIK BUDAK NI BAWAK KELUAR....!!!” arah Imam Omar.

Segera Ngah Dollah mengangkat Afiq yang sedang pengsan dan menarik tangan Faizal yang masih terpinga-pinga keluar dari rumah. Penduduk kampung yang dari tadi menanti di luar segera membantu Ngah Dollah dan Faizal.

"PULANGKAN DIA KEPADAKU.....!!" Jerit Sang Rangga ketika dia melihat Afiq dibawa keluar dari rumah.

"PULANGKAANNN...!!!"
"PULANGKAAANNNNN....!!!"


Dan anak-anak Sang Rangga menyahut panggilan ibu mereka.

Ribut yang entah dari mana datangnya membadai perkarangan rumah pusaka. Dengan situasi seperti ini tiap-tiap penduduk yang ada, hampir sahaja lari jika tidak kerana kepercayaan mereka pada kebolehan Imam Omar.

Imam Omar yang ada di pintu segera membaca surah Al-Jin dan Ayatul Qursi di muka pintu.

"Wamtaazuul yawma ayyuhal mujrimuun..."

(Dihari ini , berasinglah kamu sekalian, hai orang-orang yang durhaka. Surah Yasin : 59)

"DENGAN IZIN ALLAH AKAN KU KUNCI MU DAN SEKALIAN KETURUNANMU DI DALAM RUMAH INI SEHINGGA TIBANYA HARI PEMBALASAN....!!!"Tempik Imam Omar dan dengan segera menutup pintu itu.

"JANNGGGAAANNNN....!!"

"AFIQQQQQ....!!"

Raungan Akhir Rangga sebelum dia dan keturunannya dikurung di dalam rumah. Ribut telah berhenti dan suasana malam mula hening semula dengan bunyi-bunyian sang cengkerik.


Imam Omar memandang semua penduduk Kampung yang ada di bawah rumah.

"Semuanya sudah selesai,Syukur Alhamdulilah." kata Imam Omar.

******************

Afiq semakin sembuh, tiga hari dia dan Faizal berteduh di rumah Ngah Dollah menunggu dirinya sembuh sepenuhnya.Kini tiba harinya untuk dia dan Faizal pulang semula ke Kuala Lumpur.

Setelah bersalaman bersama Imam Omar , dan Ngah Dollah bersama keluarganya. Afiq bergerak pergi.

Dalam perjalanan keluar dari kampung, Afiq terpaksa melalui rumah pusaka peninggalan arwah datuknya.

Dari dalam kereta dia memandang perlahan ke arah rumah itu. Sayu hatinya meninggalkan tanah pusaka sebegitu saja, namun itu rumah itu bukan miliknya, ia dihuni PUAKA. Sekilas pandang Afiq mengalih perhatian, ke arah pemanduannya semula.

Tanpa dia sedari dari celah tingkap rumah dia sedang diperhatikan dengan senyuman sinis Oleh Sang Rangga.

Satu hari nanti Afiq akan kembali juga ke sini.

Kenapa....?

Kerana tanpa dia dan Faizal sedari, di celahan beg bajunya, terselit pisau belati berhulukan ular dan bertatahkan kecubung , dimasukkan dengan sengaja.

"Termeterainya Janji Kau Dan Aku"
"DAN PISAU PUSAKA ITU ADALAH AKAD...!"


-TAMAT-
==============
Suntingan: Penulis FateStay Nite
Gambar: Nil

Karya ini adalah hak milik penulis dan Arkib Angker Negara.
Anda ada kisah seram, komedi-seram, misteri, thriller ataupun mind-blowing? Apa kata anda kongsikan kisah anda kepada kami.
Hantar kisah anda ke inbox Arkib Angker Negara atau emelkan ke aanrc2017@gmail.com
Nyatakan sekali nama akaun Facebook, blog, Instagram, Twitter atau webpage anda untuk pengkreditan.

No comments: